+ -

Senin, September 12, 2011

ANGGARAN PENDIDIKAN 20 PERSEN


data belum di update & ini adalah arsip lama...
saya posting karena tadi pagi di televisi ada sekolah yang roboh (lagi)
 tidak ada salahnya untuk sekedar di baca-baca. :)
Menguji Taji Rejim SBY
Anggaran Pendidikan 20 persen kembali menuai kontroversi, karena pemerintah berencana menunda pelaksanaannya dalam APBN-P 2006 meskipun Mahkamah Konstitusi melalui Putusan 026/PUU-III/2005 telah mewajibkan pemerintah untuk segera merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN
Pada 22 Maret 2006 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Yayasan Nurani Dunia dan pemohon lain untuk melakukan judicial review terhadap UU No. 13 Tahun 2005 tentang APBN Sebab hanya memuat 9,1 persen anggaran pendidikan sebagai batas anggaran tertinggi. Padahal, menurut ketentuan setidak-tidaknya harus ada 20 persen dari total APBN/APBD. Atas dasar itu, MK menyatakan APBN 2006 menyangkut anggaran pendidikan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum yang mengikat.
Salah satu keahlian yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia adalah berjanji tanpa pernah berusaha merealisasikan janjinya. SBY menjanjikan akan menaikan secara bertahap anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen pada 2009. Asumsinya dalam periode lima tahun (2004-2009) anggaran pendidikan berturut-turut mencapai 6,6 persen (2004), 9,29 persen (2005), 12,01 persen (2006), 14,68 persen (2007), 17,40 persen (2008), dan 20,01 persen (2009) dari APBN di luar gaji pendidik dan pendidikan kedinasan. Pentahapan itu didasarkan pada asumsi dan basis data APBN tahun 2004, serta kenaikan anggaran pendidikan rata-rata 2,7 persen per tahun.
Pemerintah sendiri yang membuat kebijakan untuk menaikan anggaran pendidikan secara bertahap tetapi pada kenyataannya pemerintah juga yang mengingkari besarnya kenaikan anggaran pendidikan setiap tahunnya yang sudah mereka tentukan. Anggaran Pendidikan pada APBN 2004 hanya sebesar Rp 16,8 trilyun (6,6%), kemudian pada APBN 2005 menjadi Rp 26,5 trilyun (7%), dan APBN 2006 sebesar Rp 36,7 trilyun (9,1%). Presentase ini masih jauh dari target yang dibuat pemerintah. Semakin jelas bagi kita semua bahwa SBY tidak pernah konsisten terhadap komitmen yang telah dibuatnya sendiri.
Rakyat Dikorbankan
Berbicara mengenai anggaran pendidikan dalam APBN berarti kita juga berbicara mengenai biaya operasional pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Artinya semakin besar anggaran pendidikan maka pendidikan akan semakin murah dan kemungkinan setiap warga negara untuk mengakses pendidikan akan semakin besar. Dapat dibayangkan jika SBY bersikeras membiarkan anggaran pendidikan tetap dibawah kisaran 10 persen maka kualitas orang Indonesia tidak akan pernah meningkat.
Rendahnya kualitas orang Indonesia dapat dilihat dalam indeks pembangunan manusia (Human Development Index, HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP. Pada tahun 2005, Indonesia berada diperingkat 111 dari 175 negara. Indonesia masih jauh berada di bawah Malaysia (61), Thailand (73), Filipina (84), dan bersaing ketat dengan Vietnam (108). Sebagai perbandingan di tahun 2005 ketika Indonesia hanya mengalokasikan 7% untuk anggaran pendidikan, beberapa negara lain di kawasan Asean telah menganggarkan dana pendidikan sebanyak lebih dari sepuluh persen; Malaysia menganggarkan dana pendidikan sebanyak 20%, sedangkan Thailand mengalokasikan dana pendidikan sebesar 31%. Kemudian Filipina menetapkan anggaran pendidikan sebanyak 10,1%. Bahkan Kamboja, negara yang lebih miskin dari Indonesia dan baru saja terbebas dari perang berani menggariskan kebijakan anggaran bagi pendidikan sebesar 15,3%.
Besaran anggaran pendidikan juga berbanding lurus dengan besarnya subsidi pendidikan. Pencabutan subsidi pendidikan yang diakibatkan oleh minimnya anggaran pendidikan mendorong berbagai institusi pendidikan-baik swasta maupun negeri-mulai dari pendidikan dasar sampai ke pendidikan tinggi berlomba-lomba melakukan komersialisasi pendidikan. Akibatnya biaya pendidikan melambung tinggi. Rakyat lah pihak yang paling dirugikan akibat kebijakan terutama buruh, petani, dan kaum miskin kota. Mereka kesulitan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Sehingga tidak akan terjadi peningkatan kualitas pada keluarganya, selamanya mereka akan hidup dalam kemiskinan. Ketidakmampuan rakyat Indonesia untuk mengakses pendidikan dasar tergambar dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005 yang mencatat tak kurang dari 15,04 juta penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun (9,07 persen) belum mampu membaca dan menulis. Angka putus sekolah pun meningkat tercatat satu juta anak yang tidak dapat melanjutkan ke SLTP dan 2,7 juta anak SLTP yang tidak dapat melanjutkan sekolah.
Kenaikan Bertahap Inkonstitusional
Alasan pemerintah menaikan anggaran secara bertahap karena Indonesia mengalami kesulitan keuangan adalah alasan yang mengada-ada. Jika dicermati pemerintah sebenarnya memiliki dana yang cukup untuk segera merealisasikan 20 % anggaran pendidikan. Dapat dilihat untuk membayar hutang luar negeri dalam APBN 2006 pemerintah mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk membayar angsuran pokok dan bunga utang. Pelunasan angsuran pokok utang dalam dan luar negeri masing-masing dianggarkan sebesar Rp 30,4 triliun dan Rp 60,4 triliun. Pembayaran bunga utang dalam dan luar negeri masing-masing dianggarkan sebesar Rp 30,7 triliun dan Rp 27,3 triliun.
Data di atas menunjukan bahwa pemerintah akan menghabiskan 148,8 trilyun atau sepertiga belanja negara hanya untuk membayar hutang luar negeri. Hutang yang habis di korupsi tanpa pernah dinikmati oleh rakyat Indonesia. Lihatlah dari Jumlah Hutang Luar Negeri Indonesia yang mencapai mencapai 140 Milyar US$, 95 persennya hanya dimanfaatkan dan dinikmati 50 orang saja. Bahkan Bank Dunia (WB) mengakui bahwa 30 persen hutang luar negeri Indonesia habis di korupsi oleh pemerintahan Soeharto (Data KAU). Dari Gambaran APBN 2006 kita dapat melihat bahwa SBY tidak lebih dari anak manis negara-negara imperialis yang lebih memilih memperkaya tuannya dari pada menaikan anggaran pendidikan dan mencerdaskan bangsanya.
Pemerintah tidak dapat lagi mengelak dari tanggung jawabnya untuk segera merealisasikan 20 persen anggaran pendidikan. Bahkan kini, kewajiban itu tertuang dalam berbagai macam perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Seperti pada UUD 1945 Pasal 31 (perubahan keempat) yang menegaskan bahwa negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk penyelenggaraan pendidikan. Pasal 31 UUD 1945 menyatakan dua hal yang tak dapat dipisahkan, tapi bisa dibedakan. Pertama, anggaran pendidikan harus diprioritaskan, dan kedua, menyediakan minimal 20 persen dari APBN dan APBD untuk pendidikan.Tidak ada kata bertahap dalam pasal 31 serta penjelasannya. Artinya rencana pemerintah untuk menaikan secara bertahap anggaran pendidikan telah bertentangan dengan UUD 1945.
Pelanggaran terhadap UUD 1945 pun menular sampai ke daerah dengan segala tafsir dan kesalahkaprahan. Umumnya, bupati/wali kota ketika ditanya soal anggaran pendidikan, dengan bangga mereka menyebut angka 30-40 persen dari APBD atau sudah melebihi persyaratan minimal 20 persen. Padahal sesungguhnya anggaran pendidikan tidak sebesar yang disebutkan. Bupati/wali kota cenderung mencampuradukkan dana alokasi umum (DAU) dengan pos belanja sektor pendidikan. Perlu diingat, DAU adalah anggaran titipan dari pusat yang dominan berupa gaji PNS, termasuk guru. Berhubung di setiap daerah jumlah guru PNS selalu lebih dari separuh total PNS setempat, otomatis DAU selalu besar. Karena gaji guru dikelola dinas pendidikan, diklaimlah anggaran untuk gaji itu sebagai belanja pendidikan. Mereka lupa bahwa alokasi 20 persen APBN dan APBD untuk belanja pendidikan tak termasuk gaji guru.
Pasal di UUD 1945 juga diperkuat oleh Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, juga menyebutkan 20 persen untuk anggaran pendidikan. Hal tersebut kembali ditegaskan dengan keputusan MK pada 22 Maret 2006 lalu mengenai anggaran pendidikan dalam APBN 2006 yang bertentangan dengan UUD 1945 sehingga menjadi tidak sah. Menjadi jelas bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen adalah hak bagi mereka yang dilindungi oleh berbagai produk hukum yang ada. Pemerintah berkewajiban dengan segera merealisasikan 20 persen anggaran pendidikan dari total APBN. Jika tidak, SBY tidak lebih dari pelanggar konstitusi. (FMN)
5 el faqih: ANGGARAN PENDIDIKAN 20 PERSEN data belum di update & ini adalah arsip lama... saya posting karena tadi pagi di televisi ada sekolah yang roboh (lagi)  tidak ada s...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar...

< >